KANALPONOROGO-Ada satu hal yang dicatat dalam Pilkada 2015 sebagaimana saya kemukakan dalam seminar regional Pilkada yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Ponorogo, di Gedung Graha KAHMI Center Ponorogo, Sabtu(13/06/2015) lalu.
Dari hasil kajian saya tanggal 26 Mei – 6 Juni 2015 yang merupakan hasil penyerapan simpul-simpul masyarakat Ponorogo, ada beberapa temuan menarik, pertama bahwa konfigurasinya masih sama dengan Pilkada 2005 dan 2010, yaitu menempatkan penjudi dan politisi dalam posisi yang penting dalam Pilkada. Kurang atau tidak ada peranan sama sekali dari kalangan ulama dan akademisi. Konsekuensinya sama bahwa calon yang terpilih tidak selalu yang terbaik untuk kepentingan Ponorogo, tetapi yang terbaik untuk kepentingan penjudi dan politisi di Ponorogo.
Jadi, kondisi sekarang Ponorogo tidak lebih sebagaimana dalam pertaruhan di meja judi. Masa depan Ponorogo dalam pertaruhan di meja judi. Maka tidak perlu kaget jika performa Bupati terpilih dalam Pilkada 2015 tidak sebagaimana harapan kita.
Kedua, jika calon Bupatinya lebih dari tiga dalam pilkada 2015, maka yang diuntungkan adalah Bupati Incumbent (Bupati Amin), jika diasumsikan pasangannya Agus Widodo, Ngrayun. Temuan saya Bupati Amin masih cukup kuat dukungan politiknya di grassrot (masyarakat bawah). “Masyarakat tersebut” tidak tahu berbagai kasus penyelewengan DAK dalam pemerintahan ADA, masyarakat juga kurang tahu kalau Bupati Amin pernah dipanggil oleh Kejaksaan Negeri Ponorogo (sebagai saksi pegawai siluman), masyarakat juga tidak tahu kalau rumah Bupati Amin di Tosanan yang mewah itu dan berbagai kerusakan infra-struktur politik dan pemerintahan di Ponorogo.
Mereka yang diketahui Bupati Amin sering mendatangi pengajian desa, pengajian RW dan RT, walimah temanten di plosok-plosok dan sebagainya. Bupati Amin yang merakyat begitulah yang dipahami “masyarakat itu”. Sekalipun cukup rapuh di kelompok menengah ke atas, indikasinya adalah hilangnya dukungan Golkar, sebagai partai pengusung dan tim sukses ADA 2010.
Ketiga, atas dasar hasil temuan (ke dua) dimana basis politik Bupati Amin masih cukup kuat ditawarkan format baru untuk pemerintahan ke depan, yatu: tetap mempertahankan Amin sebagai Bupati 2015-2020, tetapi dengan visi dan kebijakan serta semangat baru.
Ternyata opsi tersebut banyak ditolak, tepatnya diragukan oleh sementara pihak jika Bupati Amin bisa membawa dan mau melaksanakan visi dan kebijakan serta semangat baru. Masih dalam pandangan mereka bahwa Bupati Amin akan tetap dengan format lama, yaitu mengeksplorasi Bupati yang merakyat, tetapi masa bodoh dengan kondisi dan performa pemerintahan ke depan. Implikasi lain adalah akan lahir Bupati yang dipuja-puji rakyat, tetapi kondisi politik dan pemerintahan amburadul.
Keempat, kandidat yang berpotensi mengalahkan incumbent (Bupati Amin) hingga kini ada dua, yaitu: Giri Sancoko dan Ipong. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan dari sisi politik. Untuk Giri dari padangan sementara pihak relatif lebih murah dibanding dengan Ipong. Karena hubungan emosional dengan grassrot sudah dilama dibangun. Tepatnya kedekatan emosional antara Giri dengan pemilih sudah lama terbangun dibanding dengan Ipong. Disamping memanfaatkan jaringan demokrat dan khususnya jaringan Ibas (Edi Baskoro), juga support Gubernur Soekarwo. Juga karena ini akhirnya Giri mendapat suport yang luar biasa dari Golkar.
Adapun kelemahannya Giri, pertama, disamping karena ada problem internal, yaitu kurang mendapat support “sepenuh hati” dari Demokrat daerah (pengurus dan caleg Demokrat Ponorogo). Kabarnya dari enam caleg DPRD Ponorogo yang mendukung sepenuhnya hanya dua caleg dan bahkan Ketua DPC Demokrat Ponorogo, Miseri, juga kurang mendukung sepenuh hati. Kedua, pasangan Giri, kabarnya SUSU (Sugiri-Sukirno) kurang mendapat support dan apresiasi dari kelompok agama (NU dan Muhammadiyah) dan akademisi. Karena pasangan ini dipahami tidak lebih sebagaimana kuda-troya, yaitu kendaraan berbagai kepentingan politik, termasuk gerakan asal bukan amin (GABI), yang dimotori oleh Golkar. Juga berbagai kepentingan untuk mengamankan aset dan personal Golkar. Atau dengan kata lain sebagai tindak-lanjut atau penerus hegemoni Golkar di Ponorogo dengan berkolaborasi dengan Demokrat.
Adapun Ipong mempunyai kelebihan sebagai representasi kekuatan NU dan mencitrakan sebagai calon dengan dukungan dana yang tidak terbatas (unlimited). Untuk yang terakhir ini dalam politik disamping sebagai faktor kekuatan, tetapi juga sekaligus sebagai faktor kelemahannya. Karena setebal-tebal anggaran yang dimiliki, jika tidak didukung oleh strategi yang bagus. Hanya akan lahir fatamorgana. Nampak besar, tetapi keropos. Tidak mustahil fenomena Yuli Nursanto akan berulang. Jika tidak hati-hati. Terlalu onggros atau boros. Jika kemudian akhirnya akan berpasangan dengan Fatkhul Azis. Posisi Muhammadiyah akan menjadi bola liar dan bahkan bisa penentu dalam pilkada 2015.
Dan jika benar-benar Ipong akan berpasangan dengan Fatkhul Azis, maknanya dalam politik yang bersangkutan (Ipong) tidak atau kurang percaya diri atas dukungan NU dan disisi lain dengan itu mengindikasikan bahwa Ipong benar-benar tidak memperhitungkan Muhammadiyah secara politik yang mempunyai jumlah pemilih sekitar 70-an ribu, termasuk dari unsur pesantren modern. Memang dalam konteks pilkada NU bagi Ipong seperti buah-simalakama. Apalagi jika akhirnya antara PKB dan NU tidak sejalan. Belum persoalan NU struktural dan NU-kultural yang selama ini sering tidak bersatu. Juga posisi dan peran Mbah Supri, Ketua Gerindra. Disatu sisi memberi keuntungan, namun disisi lain justru merugikan Ipong. Sebagaimana Golkar sebagai kendaraan politik Giri. Jadi, dalam pilkada 2015 posisi Ipong masing GELAP, belum termasuk kendaraan politik.
Maka dengan ini kondisi Incumbent cukup berkibar, sekalipun kondisi tim suksesnya cukup mengkhawatirkan. Juga kasus-kasus hukumnya tidak mustahil sewaktu-waktu akan dibuka. Artinya, incumbent benar-benar sebagaimana sinyalemen selama ini, sebagai Prabu Jegeg. Benar-benar Jegeg. Tidak terkalahkan dalam pilkada 2015.
Wallahu Alam
Muhamad Fajar Pramono
Penulis adalah : Dosen Universitas Darussalan (Unida) dan direktur LP2BM