Kurang Murid, Diknas Ngawi Regrouping 15 SDN
KANALNGAWI-Program regrouping sekolah merupakan instruksi pemerintah pusat ke daerah sebagai upaya efisiensi pengelolaan anggaran pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan serta mempertimbangan azas efektifitas baik guru maupun murid.
Abimanyu Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Ngawi mengakui, selama ini memang telah terjadi regrouping 15 Sekolah Dasar Negeri (SDN) di wilayahnya sejak 2013 lalu.
“Regrouping ini karena sudah tidak sesuai rasio antara guru dan murid. Dan idealnya satu guru itu minimalnya memang harus mengajar sebanyak 20 anak per kelasnya. Jadi kalau ada sekolah yang kurang dari itu jelas menjadi target untuk dilakukan regrouping,” terang Abimanyu Kepala Dindik Kabupaten Ngawi, Jum’at (13/05).
Faktor lain bebernya, selain dipicu jumlah murid makin turun drastis setiap tahun ajaran baru selama tiga tahun terakhir juga ada hadirnya lembaga pendidikan baru setingkat SD. Dinamika tersebut memang seiring adanya pertumbuhan lembaga pendidikan dasar dibeberapa wilayah di Ngawi disaat SD kekurangan murid.
Meski demikian kata Abimanyu, pihaknya tidak mempermasalahkan tentang hal sedemikian ini selama si murid itu sendiri bisa terlayani hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang baik. Namun dirinya enggan mengatakan jika SD kalah bersaing dengan lembaga pendidikan dasar lainya terutama soal perekrutan murid baru.
“Kalau dikatakan kalah bersaing itu mungkin bahasa yang paling sederhana. Memang sekarang ini banyak orang tua yang menginginkan selain anaknya pintar juga harus pintar mengaji. Makanya mereka memilih sekolah-sekolah yang punya basic agama dan itu kita persilahkan itu hak mereka juga,” bebernya.
Menyangkut regrouping ulasnya lagi, memang yang paling diutamakan adalah SD satu halaman sehingga tidak terjadi layanan pendidikan yang dirugikan. Selain itu regrouping sesuai aturanya memang jarak antara sekolah yang ditutup dengan sekolah induk harus kurang dari 3 kilometer. Terjadinya regrouping memang ada persoalan urgen menyangkut guru kelas yang telah mendapatkan Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) atau guru bersertifikasi.
“Karena untuk mendapatkan TPP setiap guru yang mengajar harus mempunyai rombongan belajar murid paling sedikit sesuai ketentuanya itu 20 anak. Untuk regrouping sekarang ini memang sudah mengajukan lagi kalau tidak salah sekitar 4 sampai 5 sekolah,” jelas Abimanyu.
Program regrouping yang sudah dilakukan Dindik Kabupaten Ngawi sejak tiga tahun lalu memang terlihat di wilayah seperti keberadaan SDN Jururejo 4 yang ada di Dusun Padas, Desa Jururejo, Kecamatan/Kabupaten Ngawi. Kata warga sekitar lokasi menyebutkan, sudah lebih dari dua tahun SDN Jururejo 4 ditutup lantaran tidak ada murid. Tetapi beberapa muridnya yang masih tersisa digabung ke SDN Jururejo 3 yang jaraknya sekitar 1,5 kilometer.
Kemudian melihat jumlah perbandingan antara SD negeri maupun swasta dengan Madrasah Ibtidaiyah (MI) baik negeri maupun swasta di Kabupaten Ngawi memang terpaut jauh. Untuk SDN saja dari 19 kecamatan ada sejumlah 518 lembaga sekolah sedangan swasta hanya 20 lembaga sekolah. Demikian juga dengan MIN ada 14 lembaga sekolah sedangkan swasta jauh lebih banyak ada hanya 97 lembaga sekolah.
Melihat dari data tersebut jumlah lembaga sekolah terutama SD baik negeri maupun swasta memang jumlahnya terlalu jauh lebih besar dibandingkan dengan MI baik negeri maupun swasta. Hal ini sangat memungkinkan potensi sekolah terutama SD mulai ditinggalkan oleh peserta anak didik dengan berbagai alasan dan lebih cenderung memilih ke lembaga sekolah lain yang lebih didominasi pelajaran keagamaan. (dik/kanalponorogo.com)