Oleh: Agus Darmawan
Penulis adalah pengamat politik
CAKRUK GEGOG, KANALPONOROGO.COM: Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan untuk menghindari hight cost economy dengan program koneksitas antar wilayah guna memperlancar arus distribusi barang, pada saat ini sudah dibangun jalan tol Jakarta – Banyuwangi di jalur utara dan Jalur Lintas Selatan yang untuk wilayah Jawa Timur mulai Banyuwangi- Jember- Lumajang- Malang- Blitar- Tulung Agung sepanjang 684 km pada saat ini sedang on progress.
Dengan adanya program tersebut di jalur utara dampaknya industrialisasi akan ekspansi tidak hanya bertumpu di kota besar saja yang dekat dengan pelabuban seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Pasuruan tapi ke depan tentu mulai menyebar ke daerah yang dilewati jalan tol.
Demikian juga di Jalur Lintas Selatan, kabupaten kota yang dilewati sudah mulai berbenah khususnya untuk program wisata untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD).
Kemudian bagaimana dengan Ponorogo yang terletak di tengah dan tidak dilewati kedua jalur tersebut?
Kalau tidak mau ketinggalan tentunya harus segera berbenah dan bersolek agar juga dilirik oleh investor. Salah satunya dengan face off kota Ponorogo.
Pada masa pandemi secara nasional dana transfer dari pusat banyak berkurang, belum lagi dikurangi dana refocusing untuk penanganan covid-19 tentu diperlukan strategi yang bijak dari pemerintah daerah pasangan Bupati dan Wakil Bupati Sugiri Sancoko – Lisdyarita, untuk efisiensi anggaran. Salah satunya program face off kota Ponorogo dengan menggandeng pihak swasta atau pihak ketiga.
Di Kabupaten kota yang lain program Ruang Terbuka Hijau (RTH), Taman Kota, Hutan Kota, Jogging track banyak dikerjasamakan dengan pihak swasta melalui Corporate Social Responsibility (CSR).
Pemerintah daerah menyediakan Detail Engineering Design (DED) sedangkan pihak swasta yang mengerjakan sendiri bentuk bangunan sesuai dengan DED. Jadi pemerintah daerah tidak menerima sumbangan dalam bentuk uang.
Apakah mau??? Untuk biaya promosi atau reklame pihak swasta itu sangat besar, pajak reklame Ponorogo satu tahun bisa mendapatkan Rp1.5 miliar. Jadi kalau nilai kebutuhan anggaran perkavling ratusan juta, pasti banyak yang mau karena terjadi simbiosis mutualisme. Dan face off sesuai dengan ikonik Ponorogo ya sudah jelas karena ada DED nya, tidak seperti yang dikhawatirkan saat ini sesuai selera yang akan membangun, semua harus sesuai dengan DED.
Jadi kalau ada persepsi dananya dari urunan, wul wulan atau apa saja istilahnya itu tidak benar karena sekali lagi Pemerintah Daerah tidak menerima sumbangan uang. Dengan program ini yang jelas lebih transparan dan lebih efisien.
Anggaran untuk face offf dari APBD bisa dialihkan misalnya perbaikan jalan antar desa antar kecamatan.