namanya Dukuh Setono,
Desa Tegalsari, Kecamatan Jetis. Disudut
desa Setono inilah berdiri sebuah masjid yang diberi nama Masjid Baiturrahman.
sedikit agak jauh dari perumahan penduduk
ini sangat kental nuansa religiusnya.
Tempat yang teduh penuh dengan kedamaian ini akan membuat kita betah dan lebih kerasan untuk mendekatkan
diri pada Sang Kholik.
berdekatan dengan Kali Keang ini didirikan jauh sebelum adanya Masjid Tegalsari yang sekarang lebih tersohor hingga keluar Ponorogo.
Sebagaimana yang tertera pada tembok depan masjid bahwa masjid ini didirikan pada tahun 1600 masehi.
berasal dari Tembayat.
Kyai Noyopuro dan Kyai Wongsopuro,
ketiganya selain sebagai pengikut juga merupakan guru spiritual Pangeran Sumende.
Pangeran Sumende ke Desa Setono karena faktor politik di Kartosuro, dimana Pangeran Sumende
adalah juga pengikut dari Pangeran Pandan Arang
yang saat itu ikut berperang melawan
penjajahan Belanda, sehingga Pangeran Sumende bersama pengikutnya mengungsi ke pedalaman Jawa Timur yang tepatnya di
Dusun Setono tersebut.
Pangeran Sumende memilih untuk singgah
dan menetap. Karena semua rombongan sudah memeluk
agama islam maka ditempat itu juga didirikan masjid yang
selain dipakai untuk sholat jamaah juga di depan masjid tersebut didirikan pondok pesantren, yang mana dikemudian
hari datang seorang santri yang berasal
dari lingkungan Kuncen Caruban. Santri tersebut adalah Ki Anom Besari. Yang untuk selanjutnya dihadiahi tanah perdikan
yang berada diseberang kali Keang, tepatnya di
Desa yang bernama Tegalsari.
inilah kelak berdiri Masjid serta
Pondok pesantren dimana salah satu santrinya adalah
Ronggowarsito. ”Ya masjid Baiturrahman
ini jauh lebih tua dari pada masjid Tegalsari,
karena yang mendirikan Masjid Tegalsari adalah salah satu santri Kyai
Donopuro,” tutur Sudrajat.
pegon yang menerangkan bahwa masjid ini pertama kali dilakukan pemugaran pada tahun 1924 dimana pemugaran tersebut
tidak merubah bentuk aslinya,”di dalam masjid tertera tulisan huruf Arab pegon yang
menerangkan bahwa masjid ini telah dilakukan pemugaran pada
tahun 1924,”imbuhnya.
masih bisa ditemui benda peninggalan yang masih asli yaitu sebuah
bedug dengan diameter 1 meter tersimpan diserambi masjid dan sebuah mimbar yang masih tersimpan
diserambi pawestren.
“Dulu ada pondok di halaman sebelah utara, namun
karena kondisinya sudah banyak yang rusak
maka pada tahun 1982 pondok tersebut dibongkar dan dipergunakan untuk merehab tempat wudlu,” urai drajat.
Disayangkan bahwa masjid yang berusia sangat tua dan memiliki
nilai historis cukup tinggi serta melahirkan ulama besar ini kurang ada perhatianya
dari pemerintah daerah juga belum dimasukan dalam cagar budaya.(K-1)