KANALNGAWI– Ratusan pengamal Tarekat Syattariyah di Dusun Parenan II, Desa Setono, Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, baru merayakan lebaran dengan menggelar shalat Idul Fitri 1437 Hijriah pada hari Jum’at, (08/07/2016).
Waktu perayaan Lebaran tersebut bertepatan dengan hari ketiga penetapan 1 Syawal oleh pemerintah yang telah dilakukan pada hari Rabu(06/07/2016) lalu.
Sejak pagi, ratusan jamaah mulai berkumpul di masjid Al-Karim sambil mengumandangkan takbir dan kemudian dilanjutkan sholat Id berjamaah, dan diteruskan dengan selamatan atau bancaan dan bersalam-salaman di masjid tersebut.
Kyai Abdul Haris Imam Masjid Al Karim mengatakan, mereka meyakini bahwa berpuasa 30 hari berakhir pada Kamis (07/07/2016). Sehingga mereka merayakan Idul Fitri tepat satu hari kemudian atau hari ini Jum’at.
Hal ini jelasnya, dilakukan secara turun temurun dalam penentuan jatuhnya 1 Syawal berdasarkan hisab ‘urfi sedangkan penetapan pemerintah memakai hisab hakiki.
“Kami menggunakan hisab’urfi dalam menentukan jatuhnya 1 Syawal yang mana bahwa puasa itu adalah 30 hari untuk selama-lamanya. Sedangkan pemerintah itu menggunakan hisab hakiki tahqiq,” jelas Kyai Abdul Haris.
Meski berbeda dengan hari Idul Fitri yang ditetapkan oleh pemerintah, jamaah Tarekat Syattariyah tetap melakukan salat Idul Fitri dengan kusyuk sebagaimana biasanya. Warga masyarakat desa sekitar juga tidak merasa terganggu oleh aktivitas jamaah tersebut. Masyarakat tidak memandang perbedaan tersebut sebagai persoalan dalam menjalankan ibadah puasa maupun Hari Raya.
Kemudian terkait hisab ‘urfi itu sendiri sebagai dasar penanggalan jamaah Tarekat Sattariyah, ialah suatu model perhitungan penanggalan yang didasarkan pada masa siklus rata-rata pergerakan benda langit menjadi acuannya, yaitu matahari untuk kalender syamsiyah (solar), dan bulan untuk kalender qamariyah (lunar).
Sementara menurut referensi lain disebutkan bahwa hisab urfi adalah sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Jika melihat sisi historisitasnya sistem hisab ini dimulai sejak ditetapkan oleh khalifah Umar bin Khattab sebagai acuan untuk menyusun Kalender Islam abadi. (dik)