Rekomendasi LKPJ Bupati Akhir Tahun 2014 dan Akhir Jabatan Dianggap Asal-Asalan

redaksi 23 Mar 2015 Birokrasi

KANALPONOROGO – Keputusan ketua DPRD
yang telah memberikan rekomendasi atas Laporan Keterangan Pertanggungawaban
(LKPJ) Bupati Amin, dinilai asal-asalan, tidak obyektif dan tanpa tolok ukur,
oleh sejumlah anggota legeslatif.
Sidang paripurna yang digelar Senin
(23/03) dalam rangka membahas LKPJ bupati akhir tahun 2014 dan akhis masa
jabatan inipun penuh dengan interupsi yang dilayangkan sejumlah anggota
legeslatif, karena menurut mereka ada bagian yang hilang dalam keputusan soal
penilaian LKPJ Bupati Ponorogo 2014 dan 2012-2014.
Suasana makin memanas dan hujan
interupsi makin deras, saat Ketua DPRD Ponorogo Ali Mufthi menyatakan tidak
berhak menanggapi interupsi, karena menurutnya rangkaian acara masih berada ditangan
protokoler dan bukan dia yang memimpin.
Ditemui usai digelar sidang, salah satu
anggota DPRD Ponorogo, Agus Darmawan menyatakan, ia dan sejumlah anggota DPRD
sempat melakukan interupsi karena rekomendasi dari DPRD tidak menyentuh
substansi atau inti LKPJ Bupati Ponorogo. Menurutnya, penilaian terhadap
kinerja harus ada tolok ukurnya.
“Ini otokritik ke DPRD dan Ketua DPRD
sebenarnya. Penilaian terhadap kinerja bupati hanya sampai pada kulitnya. Hanya
menginventarisir masalah saja. Kalau mau obyektif, ya tidak seperti itu,
harusnya ada pembandingnya. Misalnya, dulu orang miskin ada berapa, sekarang
tersisa berapa, itu kan indikasi mudah,” ujarnya.
Menurutnya seharusnya ada indikator yang
jelas dari DPRD. Baik indikasi secara angka-angka atau kuantitaif maupun
indikasi sosial alias kualitatif. Bukan hanya menemukan rekomendasi atas
masalah yang sudah disampaikan. “Kami ini seperti disclaimer saja.
Memberi penilaian tanpa opini apapun. Ya sah, tapi tanpa opini,” ujarnya.
Terkait hal ini, Ketua DPRD Ponorogo Ali
Mufthi menyatakan, sejauh ini DPRD Ponorogo memang hanya bisa menilai LKPJ
Bupati secara kualitatif. Hal-hal yang kurang secara kualitatif saja yang
diberikan rekomendasi dan arahan. Penilaian secara kuantitatif atau angka-angka
dengan indikasi- indiksi seperti pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan, jumlah
pengangguran dan semacamnya bukan ranah DPRD melainkan ranah lembaga ilmiah.
“Kami ini lembaga politis bukan lembaga
ilmiah. Kalau penilaian yang seperti itu yang ngasih rekomendasi
ya harus pihak lembaga ilmiah seperti kampus. Kami tidak mampu dan mungkin
harus menggandeng pihak ketiga. Misalnya kampus. (Penilaian ) Itu harus pakai
ilmu yang bisa memberi indikator berupa angka-angka itu,” ujarnya.(K-2)