Home / Budaya / Sosial / Wisata

Senin, 4 April 2016 - 08:13 WIB - Editor : redaksi

Ritual Budaya Kebo Ketan Di Alas Margo Ngawi

Ritual budaya Kebo Ketan di Alas Margo Kedunggalar Ngawi ( foto : dik/kanalponorogo)

KANALNGAWI-Bramantyo Prijosusilo seniman kondang sekaligus pegiat kebudayaan dan pertanian ramah alam asal Desa Sekar Alas, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, tidak hentinya menyuarakan pesan pelestarian lingkungan lewat seni budaya.

Pada kesempatan kali ini ritual budaya versi Mas Bram-sapaan akrabnya dilabeli Kebo Ketan yang diawali beberapa kegiatan budaya di Sendhang Ngiyom masuk kawasan Alas (Hutan-red) Margo di Desa Sekarputih, Kecamatan Widodaren, Ngawi, Minggu (03/04).

Khasanah budaya kemasan Bramantyo tersebut merupakan awal dari puncak ritual budaya Kebo Ketan yang dilaksanakan pada 17-18 Desember 2016 mendatang. Sesuai pantauan dilokasi kegiatan, aneka seni pun digelar dengan menampilkan pagelaran Reog Ponorogo, Kerawitan Jawa, Ritual Tarian dan seni lukis yang dihadiri para pelukis nasional seperti Yuswantoro Adi, Putu Sutawijaya, Samuel Hendratma, Budiono Kampret dan Agus Yusuf.

Ritual budaya Kebo Ketan di Alas Margo Kedunggalar Ngawi ( foto : dik/kanal ponorogo)
Ritual budaya Kebo Ketan di Alas Margo Kedunggalar Ngawi ( foto : dik/kanal ponorogo)

Menurut Mas Bram, pada upacara yang biasa disebut ‘Wiwitan Upacara Kebo Ketan’ yang tidak kalah pentingnya dihadiri para dhanyang (peri-red) dari seluruh nusantara berkumpul di Kraton Ngiyom yang tidak lain dikawasan Sendhang Ngiyom. Sesuai versinya para dhanyang ini tidak kasat mata tetapi bukan sebagai perwujudan dari jin melainkan roh-roh penjaga ekologi alam dan khasanah budaya.

“Kraton Ngiyom itu anggota-anggotanya bukan manusia yang kasat mata saja tetapi juga para makhluk halus. Dan Kraton Ngiyom ini menerima dan disetujui untuk menjadi wadah seluruh dhanyang seluruh di nusantara. Dhanyang itu roh-roh yang menjaga ekologi dan budaya tentunya bukan jin. Sedangkan ritual Kebo Ketan sendiri merupakan awal dari puncak kegiatanya,” terang Bramantyo Prijosusilo, Minggu (03/04).

Ulas Mas Bram, ada beberapa sasaran adanya ritual budaya Kebo Ketan yang diselenggarakan melalui komunitas Kraton Ngiyom. Untuk yang pertama adalah memberi dorongan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi untuk membantu masyarakat memperbaiki 700 meter jalan masuk ke hutan di mana kolam renang Sendang Marga berada demikian juga memperbaiki jembatannya dengan lebih permanen.

Baca Juga :  Perampok Bertopeng Didor

Sasaran yang kedua adalah membimbing warga Desa Sekarputih untuk membuat acara budaya lokal yang terencana secara tahunan yang dapat mengangkat desa dan juga kabupaten yang sangat dimungkinkan mendapatkan anggaran dari Dinas Pariwisata Kabupaten Ngawi serta menyambut Ngawi Visit Years 2017.

Untuk sasaran lainya, melawan kecenderungan masyarakat yang selalu meninggalkan sampah dalam jumlah fantastis setiap kali berkumpul ribuan orang. Karena upacara Kraton Ngiyom selalu menampilkan Pasukan Semut yakni relawan anak-anak yang bertugas memunguti sampah, menegur orang yang buang sampah sembarangan, serta mengolah sampah setelah acara selesai.

Bahkan Mas Bram sendiri mengaku kegiatanya tersebut bersama komunitas Kraton Ngiyom telah didukung Habib Luthfi Yahya dengan banyak masukan. Di antaranya agar Upacara Kebo Ketan dilaksanakan sebagai bagian dari peringatan Maulud Nabi pada akhir pekan setelah Sekaten atau pada 17-18 Desember 2016 untuk selanjutnya dilaksanakan setiap tahun.

“Memang ada juga masukan agar perhelatan budaya Kebo Ketan ditutup dengan wayangan oelh Ki Manteb Sudarsono dengan mengambil lakon Kresna Duta. Dimana terjemahan dari lakon ini tidak lain karena ngelmu yang wajid dilakoni oleh Kraton Ngiyom adalah ngelmu diplomasi,” jelasnya.

Seperti diketahui, komunitas Kraton Ngiyom mulai terbentuk sejak awal 2014 ketika Bramantyo Prijosusilo dan kawan-kawan mulai bekerja mewujudkan seni kejadian berjudul “Bagus Kodok Ibnu Sukodok Daup Peri Rara Setyowati” di mana seorang aktor dikawinkan sesuai adat Jawa dengan seorang tokoh rekaan yang dinamai Setyowati dan dikisahkan sebagai dhanyang penjaga dua mata-air yang rusak di hutan Begal, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Baca Juga :  Inilah Pemenang Festival Balon Udara di Ponorogo

Setyowati kawin dengan Kodok untuk minta tolong dibangun kembali hutannya yang rusak akibat penjarahan 1998 dan agar mata airnya dihidupkan kembali. Kedua mata air Sendang Marga dan Sendang Ngiyom itu menurut catatan Dinas Pengairan Ngawi sedianya mengairi lebih dari 1000 hektar sawah. Acara kawinan antara Kodok dengan mahluk halus itu diceritakan dihadiri seluruh dhanyang pulau Jawa dan kenyataannya dihadiri ribuan penonton.

Ritual budaya Kebo Ketan di Alas Margo Kedunggalar Ngawi ( foto : dik/kanal ponorogo)
Ritual budaya Kebo Ketan di Alas Margo Kedunggalar Ngawi ( foto : dik/kanal ponorogo)

Pada tahun 2015, kisah Kodok dan Setyowati berlanjut dengan narasi kehamilan Setyowati. Karena hamil, Setyowati minta disegerakan pembangunan “kraton”-nya berwujud rimba aneka. Karena lahan tempat kedua mata air adalah milik Perhutani yang dirambah penduduk untuk sawah maka penghutanan kembali tidak dimungkinkan dan terjadi konflik berebut air dengan warga pesawah yang dahulunya menikmati air sebelum hutan dijarah dan lahan hutan dijadikan sawah.

Untuk mengatasi persoalan itu Bramantyo yang mulai menamakan diri sebagai Kraton Ngiyom membuat suatu seni kejadian berjudul “Dhanyang Setyowati Sukodok Membangun Rumah” dan di sana, diceritakan bahwa Setyowati sudah melahirkan anak kembar dampit (laki-perempuan) yang oleh Kodok diberi nama Jaga Samudra dan Sri Parwati, sesuai dengan cita-cita kembali membangun budaya maritime yang bisa didefinisikan menguatkan budaya memuliakan tanah.

Dalam seni kejadian yang kemudian diselenggarakan, seluruh pihak yang berkepentingan termasuk rakyat yang mengalihfungsikan lahan, pemerintah daerah, seniman dan masyarakat menyaksikan bersama batas wilayah penyangga mata-air yang menurut UU harus dikonservasi. Ritual budaya Kebo Ketan merupakan bagian dari lanjutan narasi Bramantyo Prijosusilo secara langsung terkandung sebagai pesan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga ekosistem lingkungan dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. (dik/kanalponorogo)

 

Share :

Baca Juga

Militer

Pantai Manado Ramai, WASI Siap Pemecahan 2 Rekor Dunia Selam

Sosial

Dinsos dan BPBD Ponorogo Serahkan Bantuan Untuk Korban Kebakaran Rumah di Krebet

kombis

Soft Opening Resto Ecco Kitchen Dihadiri Bupati Ipong

News

Gus Ipul Buka FRN XXII dan Perayaan Grebeg Suro 2015

Sosial

Polres Ponorogo Bedah Rumah Warga Tidak Mampu

Budaya

Alumni Kedung Banteng Praktek, Kadinsosnakertrans Lakukan Pengecekan

Budaya

Pedagang Pasar Songgolangit Peringati HUT RI ke 70

Nasional

Pemkab Ponorogo Jemput Lima Eks Gafatar